Twitter @namakuaji
IG : @namakuaji

Monday, October 20, 2014

Perjalanan Batik

Perjalanan Batik di Museum Batik Danarhadi Solo

Membatik : Proses pembuatan batik tulis memakan waktu cukup lama dan rumit, membuat harga jualnya cukup tinggi.

Batik tidak hanya sekedar wastra, tetapi karya seni budaya yang selalu dihadirkan pada upacara – upacara tradisi dalam masyarakat Jawa. Batik selalu menyertai setiap tahapan dalam daur hidup manusia. Filosofi dalam pola batik yang merupakan harapan-harapan atau doa itulah yang menyebabkan batik selalu ada pada setiap upacara-upacara masyarakat Jawa, dari saat dilahirkan hingga maut menjemput.


  1. Pada saat lahir si bayi diberi alas batik yang sudah tua, yang kemudian disebut kain “ Kopohan “ , yang disimpan hingga dia dewasa. Setelah bayi dimandikan lalu diselimuti  (Bahasa Jawa : di Gedong) dengan kain milik orang tua atau neneknya. Semua itu mengandung harapan agar si  bayi kelak dikaruniai umur panjang.
    Kain Kopohan
  2. Menjelang usia remaja ada upacara khitanan dan pemandian gadis saat haid pertama. Batik yang digunakan untuk anak laki-laki berpola “ Parang Pamor “ dengan harapan sebagai pria akan memiliki pamor atau kepribadian. Sedang untuk gadis setelah dimandikan dengan kain mori ( putih suci ), kemudian mengenakan busana Jawa dengan batik berpola “ Parang Canthel “. Permohonan yang tersirat adalah agar si gadis cepat “ Kecanthel “ ( bahasa Jawa ) atau cepat terkait ( lekas mendapat jodoh).
    Pola Parang Pamor

    Pola Parang Canthel
  3. Pernikahan merupakan upacara yang terbesar dalam hidup manusia. Batik yang terlibatpun sangat banyak, dengan pola-pola yang mengandung arti filosofi yang indah  dan baik-baik. Dimulai saat lamaran, pada waktu melamar si pemuda mengenakan batik dengan pola “ Satriya Manah “ yang mempunya arti dia akan memanah hati si gadis. Dalam hal ini gadisnya mengenakan batik dengan pola “ Semen Rante “ pola ini melambangkan bahwa si gadis akan dirantai atau diikat dalam pernikahan.
    Pola Semen Rante
  4. Menjelang upacara pernikahan ke dua calon mempelai dimandikan guna mensucikan dan menghilangkan semua halangan ( upacara siraman ). Ibu dari pengantin mengenakan kain berpola “ Nitik Cakar “ yang melambangkan permohonan agar putra putri pengantin kelak diberi kemudahan dalam mencari nafkah. Calon pengantin pria setelah siraman berbusana Jawa batiknya berpola “ Ceplok Satriya Wibawa “, yang melambangkan permohonan kelak dia menjadi pribadi yang bersifat kesatria dan penuh dengan wibawa. Ada upacara yang disebut Nyantri yaitu: calon pengantin pria pada malam sebelum akad nikah ketemu calon pengantin putri dan menginap dirumah yang berdekatan . Saat itu dia harus melalui ujian dalam pengetahuanya agama sebagai seorang Islam ( = nyantri ) dan mengenakan batik santri.
    Pola Nitik Cakar

    Pola Satriya Wibawa
  5. Keesokan harinya pada saat akad nikah batik yang dipakai oleh kedua mempelai adalah batik berpola “ Wahyu Tumurun “ yang mempunyai makna agar selalu mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Pada saat upacara panggih dikenakan batik berpola “Bondhet” yang melambangkan jalinan cinta kasih. Orang tua pengantin mengenakan batik  “Truntum “ yang melambangkan berkumpulnya ke dua keluarga dan selalu tumbuh cinta. Sedangkan besan mengenakan batik berpola “ Wirasat “ yang memiliki arti yang bersamaan dengan pola Wahyu Tumurun. Kedua pengantin mengenakan busana kebesaran dengan Dodot alas-alasan yang diprada emas.
    Pola Wahyu Tumurun

    Pola Bondhet

    Pola Truntum

    Pola Wirasat
  6. Saat yang paling berbahagia adalah saat menunggu kelahiran putra pertama. Pada kehamilan yang ketujuh bulan diadakan upacara yang melibatkan batik – batik dengan pola – pola yang mengandung harapan bagi si ibu maupun bayinya. Pada peristiwa ini dipakai 6 macam kain batik dan satu potong lurik. Pola – pola kain yang dipakai antara lain :
    Pola Babon Angrem 
    Pola Sidomukti

    Pola Sidoasih

    Pola Sidoluhur 
    Pola Semen Rama

    Lurik Pola Yuyu Sekandhang
  7. Kematian yang tentu akan dialami oleh semua orang, peristiwanyapun disertai dengan pola tertentu. Untuk melayat dipakai batik dengan pola “ Slobog “ dari kata ini timbul kata Lobok dalam basa Jawa artinya longgar. Maksudnya agar yang ditinggalkan diberi hati yang longgar atau ikhlas, sedangkan yang pergi mendapat jalan yang longgar atau lapang menuju tempatnya di sisi Allah SWT. Di Puro Mangkunegaran terdapat pola batik “Buket Pakis”, kain inipun dipergunakan dalam upacara melayat.
    Pola Slobog

    Pola Buket Pakis

Masih banyak pola – pola batik yang sering dipakai dalam upacara – upacara adat Jawa yang tidak mungkin disebutkan semuanya dalam kesempatan ini.

Sumber : Museum Batik Danarhadi Solo


No comments:

Post a Comment